Sabtu, 15 Oktober 2016

K.H Muhammad Yahya




Beliau d lahir kan pada hari minggu 1/12/1917M atw 17 shofar 1336H.
Sewaktu kecil beliau mulai belajar d madrasah Almu'awanahAlmu'awanah (cianjur) kemudian beliau menimba ilmu2 syareat d hadapan guru2 ny yaitu : K.H Ahmad Zarkasyi (utama) dan Raden K.H Muhammad Kurdi serta kdua putra ny ya itu Raden K.H Ahmad Zaini Dahlan dan Raden K.H Imam Hasan Rofi'i di cibabat.

Beliau ber Thoriqoh AlQodiriyah wan Naqsyabandiyyah yg d ijazah kan lagsung dari guru ny yaitu K.H Zainal Abidin (cirebon)  dan menerima  ijazah dan aurod khusus, dari guru ny yaitu K.H Muhammad Zarkasyi (cibaduyut), dalam thoriqoh Alawiyyah beliau pun mendapadat ijazah langsung dari guru ny yaitu Alimam Alhafidz Almusnid Alqutub Alhabib Abdullah bin Alimam Alhabr Alqutub Alhabib Abdul Qodir Bilfaqib (malang) dan beliua mendapat ijazah aurod Assadatul Alawiyyin wa Khirqotus Suffiyyah dari guru ny yaitu Alimam Alqutub Alhabib Ali bin Husein Al Attos (jakarta) kemudian beliau pergi berhaji ke tanah suci (mekah) d sana beliau mendapat ijazah kitab2 dan hadist dan doa2 dari guru ny, yaitu  Almuhaddist  Assayyid Alwi bin Abbas Almaliki. 

Sepulang ny dari tanah suci beliau mengabdi di pengadilan agama atas perintah guru ny (K.H Ahmad Zaini Dahlan)  sampai menjabat ketua pengadilan agama bandung.

Selepas itu beliau bermukim d pondok pesantren Darussurur yg beliau dirikan di desa utama (cimahi) lalu berhijrah ke desa lagadar (margaasih) dan d sana beliau berdakwah , mendidik , dan menyeru masyarakat serta keluarga dan santri2 ny agar mengenal, mendekat dan beribadah kepada allah swt hingga beliau pulang ke rahmatullah pada malam rabu 18-08-2009 atw 14 sya'ban 1430H. 




MAMA EYYANG RENDE


Wali Athfal Al-Ustadz, AI-‘Aalim, AI-Adiib, Azzaahid, AI-Mutawadli’, Al-Haliim, AI-Mujahid fi Sabilillah. KH.R. Ahmad Zakariya bin KH.R.A`RIF masih keturunan dari EYANG DALEM MAHMUD SYEKH ABDUL MANAF – BANDUNG
PERJALAN HIDUPNYA :
Beliau seorang penjual Aci dari usia remaja sampai usia 30 tahun, pada usia 30 tahun beliau terjatuh dari sepeda, kemudian marah dan berkata :” siang malam badan terasa repot terus-terusan membikin aci, sekarang terjatuh dari sepeda ...aah..dari pada repot begini lebih baik mengaji ( mencari ilmu agama saja ) ...kemudian alat pembikin acinya di dibuang oleh beliau, dan pergi mendatangi MAMA EYANG PRABU yakni Eyang MARZUKI bin Ta`zimmuddin bin Zainal A`rif ( Eyang Agung Mahmud ) , sesampainya di tempat Mama Eyang Prabu  beliau bukan mengaji malah dikasih kemenyan / luban dan disuruh berdzikir di depan makam Mama Eyang Ibrahim yang ada di Cipatik , setelah itu beliau pergi mengunjungi Makam Eyang Ibrahim cipatik , setelah sampai ke makam, kemudian beliau membakar itu kemenyan / luban kemudian beliau berdzikir, ditengah-tengah berdikir beliau didatangi seekor macan kumbang , kemudian beliau dijilati dan goda oleh macan kumbangi itu, karena terus-terusan di goda, maka beliau merasa kesal, kemudian menghadapi macan kumbang itu kemudian berkelahi dengan macan kumbang itu, akhirnya beliau kalah oleh macan kumbang itu ,kemudian macan kumbang itu menghilang, sampai beliau tak sadarkan diri, singkat cerita setelah beliau siuman dari tak sadarkan diri kemudian beliau pulang dari cipatik ke cigondewah dan mendatangi MAMA EYANG PRABU lagi , singkat cerita kemudian beliau di suruh mandi dari 7 mata air pancuran karena beliau terluka bekas cakaran macan kumbang itu , setelah itu barulah beliau mandi :” diwaktu mandi terlihat a oleh beliau dari aliran air pancuran itu banyak ular, kala dan maklukh-makhluk air lainnya, dan terasa oleh beliau melilitnya ular dan berjalannya kala ke badan beliau , beliaupun menahan godaan tersebut, sampai akhirnya luka yang terasa sakit pun hilang seketika itu.
Kemudian beliau bergegas menghadapi Mama Eyang Prabu lagi, lalu Mama Eyang Prabu Menyuruh beliau pergi lagi ke Makam Eyang Ibrahim Cipatik lagi , dan berkata :” Kalau datang lagi macan kumbang itu , janganlah kamu lawan, biarkanlah dia , nanti juga dia akan merasa jemu dan akan pergi sendiri.
Kemudian beliaupun pergi lagi kecipatik dan melaksanakan tugas Mama Eyang Prabu, singkat cerita “di tengah-tengah berdzikirnya, beliau di goda lagi oleh macan kumbang itu,kemudian membiarkannya dijilati dicakar digigit dan di terkam macan kumbang itu, tapi apa yang dirasakan beliau tidak terasa apa-apa , tidak seperti digigit dan cicakar waktu berkelahi,...akhirnya macan kumbang itu merasa jemu dan pergi , tak lama kemudian terlihatlah oleh kedua mata beliau , terbelahnya makam Mama Eyang Cipatik dengan Kuasa Allah Swt. dan keluarlah dari pekuburan itu Mama Eyang Cipatik dan berkata : Wa A`laikum Salam Wr. Wb. Kalau kamu pingin mengaji datangilah cucu saya yang masih hidup dari cihapit yakni Muhammad Zarkasyi ( yakni Ama Eyang Cibaduyut ). Kemudian Mama Eyang Ibrahim Cipatik pun menghilang dari pandangan mata beliau.
Setelah itu lantas beliaupun pulang ke cigondewah , singkat cerita, pada hari esoknya Mama Eyang Prabu sudah ada didepan pintu rumah beliau dan berkata :” Mari kita pergi ke cihapit untuk mendatangi Ama Cibaduyut, maka beliaupun merasa heran dan berkata dalam hati :” Kok ..Mama Eyang prabu tahu ?
Singkat cerita , kemudian beliaupun pergi dengan Mama Eyang ke cihapit, setelah beliau sampai dicihapit , lalu beliau disuruh menghapal dan bertafakkur oleh Ama cibaduyut ,tak lama kemudian beliaupun disuruh bermujahadah, yakni :
- berkholwat
- Melanggengkan wudhu
- Melanggengkan puasa
- Menyedikitkan tidur
- Berdzikir
- dan lain sebagainya
tata cara bermujahadah itu bisa dilihat dalam kitab Roudhotut Tholibin karangan Imam Ghozali RA.
Singkat cerita , setelah melewati 40 hari 40 malam bermujahadah kemudian beliaupun didatangi oleh Nabi Khodir balyanibnil Malkan. Dan  diludahinya mulut beliau oleh Nabi Khodir balyanibnil Malkan.  Lalu ludah itu ditelannya oleh beliau, dan seketika itu juga beliau langsung fasihah bisa berbahasa arab dan bias mengaji. Lantas Nabi Khodir balyanibnil Malkan berkata :”sebarkanlah ilmu aku ini olehmu...kemudian Nabi Khodir balyanibnil Malkan pun menghilang dari pandangan mata.
Singkat cerita : kemudian mama cibaduyutpun menyuruh beliau bermukim di cibabat untuk menyebarkan ilmu yang dimilikinya karena mama Cibaduyut  sudah tahu bahwa beliau telah didatangi Nabi Khodir balyanibnil Malkan, lantas dicibabat beliau menyebarkan ilmu yang dimilikinya dan bergelar Ajengan Anom Cibabat
Dari cibabat banyak para ulama dan Kiyaihi yang mengaji kepada beliau, dan pada suatu hari para ulama dan kiyaihi yang mengaji kepada beliau tersebut dijegal oleh Mama Sepuh Cibabat dan berkata :”katakan pada Ajengan Anom Cibabat , dilarang mengaji kepada Ajengan Kokorompong ( yakni belum menunaikan rukun islam yang kelima ) , maksud dari mama Cibabat yakni untuk menguji Ajengan Anom Cibabat, maka diceritakannya cerita mama eyang sepuh cibabat kepada ajengan anom cibabat, maka ajengan anom cibabat merasa senang mendengar ceritaan mama eyang sepuh cibabat karena telah mencegah belajar kepada ajengan kokorompong yakni beliau sendiri, kemudian beliaupun berangkat ke Makkah Al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah hajji. Sebelum berangkat ke makkah beliau mendatangi Mama khalifah Mahmud yakni KH.Zaenal ayahnya Mama Tahir Mama adang mahmud, kemudian dikasih doa oleh Mama khalifah Mahmud dan berkata :” kalau kamu merasa terdesak di negara arab , panggilah nama saya : Hai Kang zainal...., begitu katanya. Setelah itu kemudian ajengan anom cibabat ( mama rende ) berpamitan kepada Mama khalifah Mahmud, kemudian sepulang ke cibabat lagi,  sesampainya di rumah beliau, beliaupun membaca doa tersebut dan ternyata doa tersebut ada yang salah menyurut kaidah ilmu nahwu dan shorof, maka ajengan anom cibabat merobah doa tersebut ( karena merasa tahu ilmu nahwu dan shorof ).
Seminggu kemudian beliau pergi melaksanakan ibadah haji bersama 8 orang dari daerah banten salah satunya bernama harud dan elang , sesampainya di tanah arab beliau bertemu dengan perampok, semua jamaah haji yang  berangkat ke makkah al-mukarramah pada masa itu selalu dirampok hartanya dan dibunuh orangnya oleh perampok itu, begitu pula dengan ajengan anom cibabat ( mama rende ) beserta rombongannya ikut dirampok, kemudian ajengan anom cibabat mengajaknya bertarung dahulu , katanya : kalau kami kalah baru bisa diambil semua barang-barang kami...kemudian beliaupun berkelahi selama 7 hari tujuh malam melawan itu perampok, karena saking banyaknya perampok pada masa itu, beliau lupa makan,minum dan tidur dengan kekuasaan Allah Swt. karena kelelahan berkelahi dan perampok-perampok itu lari tunggang langgang akhirnya sesudah beres berkelahi beliaupun tertidur , dan keesokan harinya beliau sudah dirantai dan tak berdaya lagi, maka beliaupun membaca doa yang diberi oleh mama kholifah mahmud, dan ternyata doa tersebut tidak ada reaksinya karena sudah dirobah sama beliau sendiri karena merasa tahu ilmu nahwu dan shorof , sedangkan doa yang aslinya sudah terlupakan. Maka menyerahlah ajengan anom cibabat sambil perpikir untuk jalan keluarnya.
Tak lama kemudian datanglah raja perampok itu dan berkata :”mana jagoan dari tanah jawa itu ? yang bernama ahmad zakariya, maka perajurit perampok itu menunjukkan beliau yang lagi di rantai, kemudian raja perampok itu mengeluarkan pisau  zambia dari serangkanya , kemudian itu pisau dibuka dari serangkanya kemudian mengeluarkan cahaya dari pisau Zambia itu, maka ajengan anom cibabat ( mama rende ) berkata dalam hati :”waduh celaka...kalau pisau dicabut keluar cahaya, maka orang yang dihunusnya akan mati meskipun tidak tembus oleh senjata apapun. Maka beliau berkata lagi dalam hati :”waduh saya telah berdosa kepada Allah Swt. Karena pernah berkata : kami tidak akan terbunuh sebelum membunuh, maka beliaupun spontan teringat nasihat mama khalifah mahmud sewaktu mengasih doa kepada beliau , yakni kata-kata :”kalau kamu terdesak panggilah nama saya .
Maka sewaktu raja perampok itu mau menghunuskan pisau zambia itu kepada beliau, maka beliaupun berkata :”KANG ZAINAL...sambil berteriak…..maka seketika itu juga raja perampok dan prajuritnya tumbang berjatuhan...dan rantai tersebut terputus seketika itu... Singkat cerita :” maka beliaupun semakin disegani dan dihormati ,di tanah arab serta harum namanya, karena kehebatannya menaklukan para perampok beserta rajanya begitu juga menaklukkan raja arab pada masa itu.
sewaktu di tanah arab beliau melanjutkan misinya yakni beribadah hajji kemudian setelah menunaikan ibadah hajji beliau berguru ke Syekh Muhammad Mekkah dan bersahabat dengan Syekh Yasin Padang murid Ama Cibaduyut.
Setelah itu syekh muhammad mekkah menyuruhnya kembali ke jawa untuk meleksanakan tugas mulia dari  Allah dan Rosul-Nya , maka beliaupun kembali ke pulau jawa dan menyebarkan ilmunya di tanah jawa yakni di daerah cikalong wetan sampai beliau wafat di sana.
KAROMAHNYA :
Beliau diwaktu bermain dengan anak-anak , sama anak-anak  ( athfaal ) tersebut disuruh menyetop kereta api, maka beliau shalat 2 rakataan , setelah selesai shalat kemudian rel kereta itu di kasih sepucuk rumput, maka spontan kereta api itu berhenti tidak bisa berjalan, padahal hanya dengan sepucuk rumput, kejadian itu disaksikan sama anak-anak pada masa itu.
Sifat beliau itu seperti sifat anak-anak ( Athfaal ) menurut kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jailani RA. Kalau ada ahli ilmu yang ahli beramal tapi bersifat seperti anak-anak, maka mereka dari golongan Wali Athfaal.
Dan Sebagian dari Karamahnya lagi kalau ada orang yang digigit ular diwilayah jobong atau di daerah makam mama rende, kemudian berziaroh ke makam mama rende, maka akan sembuh dari gigitan ular dan ularnya akan mati.
Cerita tersebut bersumber dari muridnya yakni Mbah H.Mansur, sewaktu beliau menjadi santri Mama rende, ada seekor ular gibug berwarna hitam yang lagi bertapa di pohon tisu, maka para santri pada lari tidak mau mengaji karena ada ular di pohon tisu dekat jobong tersebut , konon katanya kalau ada bayangan orang yang melewati ular gibug, maka orangnya akan di kejar dan digigit oleh ular gibug tersebut.
Singkat cerita maka mama rende pun membawa pisau lipat dan mendatangi ular tersebut maka ular gibugpun menyerang mama rende maka dikasihkan kaki beliau kepada ular tersebut agar digigit , kemudian ular tersebut menggigit kakinya dan melilit celana komprangnya kemudian ular tersebut mati seketika itu. Lantas lidah ular itu dipotong sama pisau lipat dan dipanggang dengan kayu harupat, kemudian diselipkan diatas kupiah dudukuy kepala beliau untuk membuktikan bahwa beliau ( mama rende ) tidak bersalah, maka pada malam harinya menyerang ribuan ular dari mulai ular satu jengkal sampai yang panjang, dari mulai ular yang kecil sampai ular yang besar dari ular yang berjalan biasa sampai ular yang berjalan terbang, Ternyata ular yang mati itu rajanya jin.
Kemudian ular-ular itu mengajak bermusyawah dengan mama rende, kemudian bersepakat dan berjanji ular-ular tersebut kepada beliau dan berkata ular-ular itu:”kalau kami menggigit dahulu, maka kami akan mati....kemudian ular-ular itu pun kembali ketempatnya masing-masing.  sampaisekarang masih ada buktinya petilasan  batasnya yaitu yang dibatasi oleh pohon hanjuang di jobong daerah cikalong wetan dekat makam mama rende.
Sebagian dari Karamahnya lagi : ada santrinya yang bernama mama lurah Jajuly yang ditugasi  khusus memerangi para penjudi, para pemabuk dan pemaksiatan lainnya pada masa itu.
Mbah haji mansur menceritakan pada waktu itu di cipatik jam 12 malam , mama rende mengadakan sesajen dan membakar kemenyan didepan kurung  ayam, kemudian terdengar suara kokokan ayam dari atas langit, dan terjatuh dari atas langit ke dalam kurung tersebut, maka diambilnya itu ayam jejangkar itu , dan bertanya mbah H.mansur kepada mama rende , kata mbah H.mansur : Ki Ajengan buat apa ayam itu ? maka beliau menjawab :” buat si jajuly , biar tidak kalah mengadu ayam.
maka ayam jejangkar itu di serahkan ke si Jajuly selaku santri beliau, maka setiap hari si jajuly mengadukan ayam jejangkarnya dengan ayam Bangkok para penjudi, semua ayam Bangkok para penjudi kalah sama ayam jangkar  jajuly, maka para penjudi pun penasaran dan ingin mengetahui resepnya agar terus-terusan menang , maka para penjudipun berkata :”Hai jajuly apa resepnya ayam jangkar kepunyaan mu bias menang terus ? maka jajuly pun berkata kepada para penjudi itu :” Kalau kamu pingin menang datanglah ke rumah saya ? maka para penjudipun berdatangan kerumahnya, dari mulai satu orang sampai banyak orang dan berkumpul di rumah jajuly.
setelah berkumpul dirumahnya jajuly pun mengajarkan ilmu Aqoid, dan berkata :”kalau ingin berjudi terus-terusan menang kalian harus dekat dengan Allah Swt.
dan harus mengetahui ilmu Aqoid, maka para penjudi itu merasa bingung dan penasaran apa itu ilmu aqoid karena merasa penasaran, maka para penjudi itu mengkaji ilmu Aqoid setelah itu mengkaji ilmu fiqih, akhirnya para penjudi itu berhenti sendiri dari judinya.
Masya Allah. …Maha Kuasa Allah Swt.
sekian dulu dari kami dari mengulas sekilas sejarah mama Rende sang Wali Athfal.
Percayalah para wali itu tidak mati melainkan hidup di alam lain,  yakni di sisi Allah-Nya. Para wali hidup begitu pula para Nabi , mereka saling mengunjungi dan mempunyai keperluan seperti orang-orang yang hidup di dunia ini. Dan Puncak perjalanan Para wali adalah awal perjalan bagi para Nabi.

Sumber
https://ulamalangit.blogspot.com

Silsilah R.K.H Muhammad Zarkasyi



• Silsilah KHR. Muhammad Zarkasyi (Mama Cibaduyut)
Silsilah KH. Raden Muhammad Zarkasyi (Mama Eyang Cibaduyut) sampai Nabi Adam As. berikut ini bersumber dari Majelis Ta’lim Masafirul Khonah, Jl. Sindangsari Utara Blok Cisegel RT. 04/09 Kota Cimahi Jawa Barat.

1. Nabi Adam As.
2. Nabi Syits As.
3. Anwar (Nur Cahya)
4. Sangyang Nurasa
5. Sangyang Wenang
6. Sangyang Tunggal
7. Sangyang Manik Maya
8. Brahma
9. Bramasada
10. Bramasatapa
11. Parikenan
12. Manumayasa
13. Sekutrem
14.    Sakri
15. Palasara
16. Abiyasa
17. Pandu Dewanata
18.    Arjuna
19. Abimanyu
20.    Parikesit
21. Yudayana
22. Yudayaka
23.    Jaya Amijaya
24.    Kendrayana
25.    Sumawicitra
26.    Citrasoma
27.    Pancadriya
28.    Prabu Suwela
29.    Sri Mahapunggung
30.    Resi Kandihawan
31. Resi Gentayu
32.    Lembu Amiluhur
33.    Panji Asmarabangun
34. Rawisrengga
35.    Prabu Lelea (Maha Raja Adi Mulya)
36.    Prabu Ciung Wanara
37.    Sri Ratu Dewi Purbasari
38. Prabu Lingga Hiang
39.    Prabu Lingga Wesi
40. Prabu Susuk Tunggal
41.    Prabu Banyak Larang
42.    Prabu Banyak Wangi
43. Prabu Munding Kawati (Prabu Lingga Buana)
44. Prabu Siliwangi I (Prabu Niskala Wastu Kencana)
45. Prabu Anggalarang (Prabu Dewata Niskala)
46. Prabu Siliwangi II (Raden Pamanah Rasa) yang menikah dengan Nyimas Padmawati
47. Munding Laya (Munding Surya/Munding Wangi)
48. Pangeran Kunteu Buyeung (Gunung Putri)
49. Prabu Lawe Pakuan (Cipatik)
50. Prabu Larang Jiwa (Geudugan Cipatik)
51. Eyang Dalem Sang Adipati Karta Manah (Ciwidey)
52. Eyang Ki Geudeng Rungkang (Cipatik)
53. Eyang Ki Geudeng Karta Manggala (Cipatik)
54. Eyang Santoan Kunur (Syaikh Abdul Manan Cipatik
55.    Eyang Dalem Rangga Abdul Gholib
56.    Eyang Rangga Anggayudha (Cicapar)
57. Eyang Dalem Raden Ibrahim (Pataruman Cipatik)
58. Eyang KH. Muhammad Hasan (Penghulu Cipatik)

59. Nyimas Raden Karsinah + Simbah Dalem Raden Zainal Arifin (Eyang Agung Mahmud)
60.    Nyimas Raden Aisyah (Ambah Acah) + KH. Raden Muhammad Ali (Eyang Antapani Curug)
61. KH. Raden Muhammad Zarkasyi (Mama Eyang Cibaduyut)

•    Pondok Pesantren Mama Cibaduyut
Pondok Pesantren ar-Rasyid merupakan salah satu pesantren tertua di Kota Bandung. Pesantren ini berada di Jl. Cibaduyut Raya No. 65 Rt. 03/01 Kel. Cibaduyut Kecamatan Bojongloa Kidul Cimahi. Pendiri pesantren ini adalah KH. Raden Muhammad Zarkasyi yang akrab dipanggil Mama Cibaduyut atau Mama Cihapit.
H. Hasan Mustafa, salah satu pengurus Pondok Pesantren ar-Rasyid, mengatakan: “Dulu sebelum membuat pondok pesantren di Cibaduyut, Mama Cibaduyut membuat pondok pesantren di Cihapit. Jadi ada yang bilang Mama Cihapit ada yang bilang Mama Cibaduyut.”
Kepindahan Mama Cibaduyut dari Cihapit ke Cibaduyut konon karena daerah itu sedang dikuasai Belanda. Namun Hasan sendiri tidak tahu kapan pondok pesantren ini didirikan: “Tapi yang pasti Mama Cibaduyut meninggal tahun 1947 M.” tambah H. Hasan.
Setelah kewafatan Mama Cibaduyut, kepengurusan Pondok Pesantren ar-Rasyid dilanjutkan oleh kedua putranya, KH. Hasbullah dan KH. Sulaeman Kurdi. Untuk masa sekarang kepengurusan pesantren sudah ke generasi cucu, sepert H. Hasan Mustafa, H. Agus Somadin dan H. A. Musa.

RIWAYAT MAQOM MAHMUD BANDUNG

Riwayat Maqom Mahmud


Maqom Mahmud terletak di suatu lokasi yg d sebut Kampung Mahmud, Kecamatan Mekar Rahayu, Kabupaten Bandung (Bandung Selatan).
Terletak di pinggir sungai Citarum tidak jauh dari komplek perumahan Margahayu Permai ke arah selatan, dapat dicapai oleh kendaraan sekitar 10 menit. Malahan kini bisa dicapai dari Kota Bandung dengan angkutan kota sampai Pasar Mahmud.
Di kampung inilah terdapat suatu kawasan pemakaman salah seorang leluhur spiritual di Tatar Sunda yang bernama Raden Haji Abdulmanap. Sedangkan oleh para turunannya beliau disebut dengan gelar “Dalem Mahmud” dan oleh masyarakat sekitar dijuluki “Eyang Dalem” atau “Eyang Mahmud”.

Latar Belakang Nama Mahmud.

Tokoh R.H. Abdumanaf “Mahmud” (diperkirakan 1645 – 1725 M) tidak dapat dipisahkan dari penguasa pemegang kekuasaan saat itu, yaitu sebagai pimpinan pemerintah daerah yang sekarang disebut Mahmud.
Konon diriwayatkan oleh R.H. Mangkurat Natapradja (Lurah Desa Babakan Ciparay tahun 1915-1950 keturunan Generasi ke 9 Dalem Mahmud) bahwa Bupati saat itu yaitu Dalem Dipati Agung Suriadinata, mempunyai seorang Putra yang bernama Dalem Nayadireja. Dalem Nayadreja mempunyai seorang Putra yang kemudian diberi nama R.H. Abdulmanap atau “Dalem Mahmud”.

Kami belum berhasil mendapatkan keterangan dan data yang kongkrit tentang tepatnya waktu beliau dilahirkan. 
Tetapi menurut “perkiraan dan perhitungan” atas dasar cerita, kisah, riwayat keluarga, catatan sejarah lainnya bisa diperkirakan bahwa beliau dilahirkan sekitar tahun 1650 M.
Pada suatu ketika beliau pergi berziarah ke Tanah Suci Mekkah untuk menunaikan rukun Islam yang ke lima, beribadah haji. Konon menurut riwayat yang diterima dari R. Endih Natapradja ketika beliau berada di depah Ka’bah, beliau bertafakur dan munajat kepada Allah s.w.t. dan atas ridha Allah beliau telah mendapatkan “wangsit” yang berbunyi demikian:

“Kamu hurus mengambil segenggam tanah dari pelataran Ka’bah ini untuk di bawa pulang ke tanah air. Setibanya di kampung halamanmu tanah itu harus ditebarkan di pelataran rumah kemudian namailah kampungmu itu dengan nama “Mahmud”.
“Kemudian kampung Mahmud itu harus dijadikan kawasan “haraam” (tanah suci) yaitu tidak boleh dikunjungi dan diinjak oleh seseorang yang tidak beragama Islam”

“Selanjutnya tandailah dengan sebuah Tugu yang menjadi tanda bahwa tanah itu adalah tanah haraam”.

Demikianlah kurang-lebih “wangsit” yang diterima oleh “dalem Mahmud” ketika itu yang kemudian semuanya itu dilaksanakan oleh beliau sepulangnya dari Mekkah.

Sepulangnya dari Mekkah dan setelah menjadi haji, maka nama beliau diganti menjadi Haji Abdumanaf.

Mahmud sebagai Pusat Pelajaran Spiritual Islam

Setelah kampung itu diberi nama Mahmud, tempat ini berkembang menjadi salah satu Pusat Pelajaran Sipritual Islam terkenal di Tatar Sunda dan sekaligus menjadi sebuah tempat perlindungan (persembunyian) dan pengayoman bagi mereka dengan alasan apapun mencari suatu perlindungan
Ada suatu kisah yang diriwayatkan oleh R. Endih Natapradja dan pernah ditulis oleh R. Suandi Natapradja demikian:
Konon pada suatu ketika Eyang Dalem Mahmud kedatangan seorang pria setengah baya yang mengaku berasal dari kawasan Priangan Timur dan bernama Zainal Arief .
Ia memaparkan bahwa sebenarnya ia sedang melarikan diri dari daerah asalnya karena dituduh membahayakan keamanan negara oleh penguasa saat ini (Penjajah Kolonial Belanda). Setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh dan atas petunjuk berbagai pihak, sampailah ia ke kawasan Mahmud dan menemui Eyang Dalem Mahmud. Setelah menjelaskan keadaan dirinya kemudian ia meminta perlindungan dari Eyang Dalem. Dengan sendirinya Eyang Dalem menerimanya dan sekaligus diterima menjadi murid dan pengikutnya.
Setelah beberapa waktu ia mengikuti pelajaran dan bimbingan dari Eyang Dalem ternyata bahwa pemuda yang bernama Zainal Arif itu merupakan seseorang yang pandai, cerdas dan cekatan dalam mempelajari pelajaran tersebut. Di samping kecerdasan dan kesetiannya kepada Eyang Dalem, akhirnya ia dijadikan murid pertamanya.
Dengan kedcerdasan dan kepadaiannya dalam enerima “ilmu” dari Eyang Dalem, Zainal Arif pun seolah-olah menjadi “Eyang Kedua” di kampung Mahmud itu. Akhirnya Eyang Dalem pun menikahkannya kepada salah seorang keturunan beliau dan diangkat sebagai menantu. Kemudian diberi gelar atau dikenal dengan julukuan “Eyang Agung”.

Sayang sekali sampai saat riwayat ini ditulis kami belum mendapatkan data, peran apa yang sebenarnya yang disandang beliau semasa hidupnya. Tetapi dapat dipastikan paling tidak beliau adalah seorang Kiayi dan guru agama yang sangat dihormati oleh pengikutnya serta masyarakat sekitarnya bahkan oleh masyarakat lainnya di Tatar Sunda ketika itu.

Maqam dan Tugu

Setelah wafat, Eyang Dalem Mahmud dikebumikan di bawah sebuah pohon beringin yang rindang, sedangkan Eyang Agung agak sedikit keluar dari kawasan makam utama kurang lebih 15 m ke sebelah utara.
Ada satu monument lagi yang sangat erat hubungannya dengan maqom Mahmud, yaitu adanya sebuah batu “tugu” sekitar 150 m dari makam Eyang Dalem ke arah timur.
Tugu ini dibangun oleh Eyang Mahmud juga berdasarkan wangsit (pentunjuk) yang diterimanya ketika beliau berada di depan Ka’ba. Salah satu petunjuk yang beliau terima ialah, bahwa untuk menandai bahwa kawasan Mahmud sebagai daerah “suci” seperti halnya Mekkah dan Medinah maka hurus diberi tanda. Tanda tersebut kemudian dibangun oleh
Eyang Dalem dari batu yang tingginya kira-kira ½ meter dan diberi nama “Tugu Mahmud”, dengan berbentuk kuncup. Tugu tersebut kini dilestarikan dengan dibangunnya sebuah bangunan yang tertutup dan terkunci, dikelilingi dengan pagar besi yang cukup tinggi dan beratap. Ini dimaksudkan untuk menjaga dari mereka yang berniat jahil, karena sering ada yang mencoba memindahkan tugu tersebut. Ini sering terjadi sebelum dibangun bangunan pelindung tersebut.
Kami pernah menerima suatu cerita dari ayahanda R. Endih Natapradja (alm), pada suatu ketika ada orang-orang yang iseng memindahkan atau mencabut tugu itu dan dilemparkan jauh-jauh dari tempat asalnya. Tapi dengan izin Allah, Tugu itu kembali ke tempat asalnya sebelum orang jahil tersebut sampai di tempat tugu tadi. Kisah ini langsung kami terima dari beliau yang diterimanya dari ayahnya juga yaitu Rd. Mangkurat Natapradja dan pernah dikonfirmasi oleh Bapak Uya (alm) sebagai Kuncen Mahmud saat itu.
Makam Utama di mana dimakamkan Eyang Dalem Mahmud merupakan komplek Utama. Makam ini dibuat dari lempengan batu murni berbentuk seperti batako sekilas menyerupai bahan materi yang dipakai membangun Ka’bah. Kuburan dihiasi oleh dua buah batu nisan yang diletakan di bagian kepala dan kaki yang terbuat dari batu pula. Sehari-hari batu nisan ini ditutupi oleh kain putih. Sekelilingnya penuh dengan lumut (lukut – Sd) sehingga memberi kesan cukup anggun.
Seperti dikemukakan di atas, makam ini berada di bawah sebuah pohon beringin yang cukup rindang. Makam ini berukuran cukup panjang yaitu sekitar 2 meter. Di sekitar bagian kaki ada makam yang lebih kecil, inilah makan istri Eyang Dalem Mahmud.
DI sekitar makam dibangun pelataran yang beratap, berlantai semen diperuntukan bagai penjiarah dapat dengan tenang dan teduh melaksanakan maksudnya ber-”silaturakhmi” di makam Eyang.
Di kawasan utama yang kini dibatasi pagar, terdapat pula makam-makam lainnya, ini adalah para murid, pembantu, keluarga dekat dari Eyang Mahmud. Kawasan utama ini sekarang dipagar besi dan dikunci. Setiap pengunjung boleh berziarah dengan diantar oleh Juru Kunci (Kuncen) Makam yang bertugas.

Dalam berziarah di makam Eyang Mahmud tidak diperkenankan menabur bunga atau mengucurkan air di atas makam.
Sarana yang terdapat di komplek ini juga antara lain tempat WC umum dan tempat berwudlu dan tempat untuk melepaskan lelah, bahkan sering digunakan oleh pengunjung sebagai tempat menginap. Pada bulan Maulud biasanya banyak penziarah yang datang dari daerah yang jauh menginap di kawasan makam ini.
Kira-kira 15 m kesebelah utara, di luar area makam utama terdapat kawasan khusus yaitu makam Eyang Agung (Zainal Arif), yaitu murid utama dan mantu Eyang Dalem yang telah disinggung di atas. Makam Eyang Agung berdampingan dangan makam istrinya, makam inipun dikelilingi oleh pagar besi yang cukup tinggi dan dikunci. Ukuran makam Eyang Agung sama panjangnya dengan Eyang Dalem dan terbuat dari bahan yang sama serta dienuhu oleh lumut hijau yang halus tetapi tidak di bawah pohon beringin.
Di sebelah kaki makam juga terdapat pelataran yang disediakan pagi para penziarah melakukan “silaturakhminya” juga dilindungi oleh atap.

Tata Tertib Mengunjungi Makam & Kampung Mahmud

Sudah tidak bisa dipungkiri bahwa peran Eyang Dalem pada saat itu sebagai tokoh dan Ulama yang sangat dihormati. Tidak saja oleh masyarkat sekitar tepai hamper di seluruh Tatar Sunda.
Ini dibuktikan pada masa kini dengan adanya pengunjung atau penziarah ke makam beliau yang cukup banyak. Hampir setiap harinya ada saja para pengunjung dari berbagai golongan dan tingkatan masyarakat dari berbagai tempat. Apalagi pada saat-saat hari besar Islam, seperti bulan-bulan Mulud dan Rajab, para pengunjung melebihi dari hari-hari biasa.
Pengunjung dan penjarah ada yang datang sendiri atau berombongan, pada umumnya mereka itu hanya ingin berziarah dan menyampaikan silaturakhmi dan Penghormatan (nyekar) serta mohon berkahnya dari Eyang.
Salah satu kondisi bagi penziarah adalah banwa mereka tidak diperkenankan memasuki makam Eyang, yang memang dipagar besi. Hanya boleh duduk di luar pagar saja. Di samping itu kampung Mahmud adalah kampung “tertutup” atau tanah “haram”, artinya hanya boleh dikunjungi oleh mereka yang beragama Islam saja.
Untuk meyakinkan bahwa hal tersebut tetap terjaga, maka hanya ada satu jalan yang memasuki kampung Mahmud, yaitu jalan yang memakai gapura dan berportal. Maka hanya mereka yang betul-betul kenal dengan kuncen saja yang bisa memasuki kampung Mahmud baik berjalan kaki maupun dengan kendaraan.
Kuncen yang sekarang bertugas juga mempunyai otoritas untuk “menyeleksi” pengunjung yang akan berziarah. Biasaya mereka yang diizinkan untuk masuk hanya yang ingin berziarah semata dan tidak bermakusd untuk “meminta” atau “memohon” selain dari pada dengan maksud bersilaturakhmi dan menyampaikan penghormatan belaka. Jika ada permintaan yang “tidak wajar” mereka dengan sendirinya akan ditolak oleh para kuncen. Sedangkan permohonan berkah hanyalah bersifat umum belaka. – Walaupun demikian masih banyak orang yang memounyai niat di luar batasan syariat yang dibenarkan oleh ajaran Rasulullah s.a.w., bagi yang demikian kami serahkan kepada masing-masing mereka yang melakukannya.
Oleh karena itu sepanjang pengetahuan para Kuncen, kampung Mahmud sampai saat ini belum pernah diinjak oleh mereka yang bukan Islam. Bahkan semenjak zaman penjajahan Belanda dan Jepang pun Kampung Mahmud tidak terjamah oleh mereka dan selalu terpelihara “kebersihannya” dari mereka yang bukan Islam.

Oleh karena itu pula sampai saat ini tidak ada “orang asing” yang berusaha untuk membuka usaha di Mahmud, misalnya “non-pribumi” tidak ada yang “berani” membuka perniagaan di sana. Semua perniagaan dipegang oleh “pribumi”, setelah keluar dari kawasan Maumud, maka tampaklah beberapa perusahaan yang dikelola oleh “non-pribumi”.
Tata-tertib kampung selanjutnya adalah tidak diizinkannya untuk menabuh alat-alat musik, seperti gamelan, orkes dan lain sebaginya. Sudah barang tentu pertunjukan wayang golek sekalipun digemari oleh umumnya masyarakat Sunda tidak diperbolehkan digelar di kawasan Kampung Mahmud ini.

Bangunan di Kampung Mahmud

Pada umumnya bentuk bangunan di kampung ini berbentuk panggung, dalam artian mempunyai kolong, berlantai bambu yang dibelah-belah (palupuh – Sd.) atau terbuat dari papan. Dindingnya dari “bilik” bambu (anyaman bambu) dengan atap genting. Semua bentuk bangunan hampir sama (mirip), juga bentuk pintu dan jendelanya hampir sama antara satu dan lainnya.
Salah satu kekhususan pada rumah di kampung Mahmud adalah tidak diperbolehkannya memasang kaca pada jendela. Jadi jendela itu hanya dihalangi oleh ram kawat atau anyaman bambu dan teralis kayu saja. Mungkin ada beberapa yang sekarang menggunakan kaca tetapi itu dikawasan luar Mahmud. Tidak ada rumah mewah, gedung dan bangunan mentereng, semuanya kelihatan sederhana.
Dengan kesederhanaanya maka Kampung Mahmud tetap dalam visi dan misinya semula, yaitu sebagai tempat “persembunyian dan perlindungan” bagi mereka yang memerlukannya. Karena dengan adanya “rumah mewah” maka itu akan menjadi perhatian pihak lain dan fungsi “perlindungan dan persembunyian” akan menjadi pudar. Oleh karenanya kesederhanaan di Kampung Mahmud tetap dipelihara semaksimal mungkin.

Keturunan Eyang Dalem Mahmud

Eyang Dalem Mahmud H. Abdulmanap diperkirakan lahir tahun 1645 dan wafat tahun 1725. Beliau mempunyai seorang Putra bernama Raden Saedi. Terkenal dengan julukan Embah Saedi yang lahir kira-kira tahun 1670 mempunyai Putra bernama Raden Jeneng lahir sekitar tahun 1695. Embah Jeneng mempunyai seorang Putra bernama Raden Jamblang lahir sekitar tahun 1720.
Raden Jamblang mempunyai Putra yang dinamai Raden Brajayudha I atau Brajajudha Sepuh yang lahir sekitar tahun 1745. Mengapa diberi julukan Brajayudha I atau Sepuh, karena kelak beliau mempunyai cucu yang bernama Brajayudha juga, dan untuk membedakan keduanya maka diberi panggilan Sepuh. Sedangkan cucunya kelak diberi julukan Brajayudha II atau Brajayudha Anom. Keduanya sekarang dimakamkan di kawasan Mahmud sebelah selatan, kurang lebih 300 meter dari makam utama.

Rd. Brajayudha I mempunyai putra yang bernama Raden Haji Abdul Jabar yang lahir sekitar tahun 1770. Rd. H. Abdul Jabar adalah seorang ahli yang pernah diminta nasihatnya oleh Bupati saat itu yaitu R.A.A. Wiranatakusumah II yang berkedudukan di Citeureup sebagai ibukota Kabupaten Bandung saat itu.
Nasihat yang beliau berikan pada waktu itu yang berkenan dengan perpindahan Ibukota kabupaten dari Citeureup ke kawasan Bandung sekarang. Kisah ini dicatat dalam sebuah catatan sejarah atau sebuah buku “Panineungan Tuturus “Bandung”.
Dalam buku tersebut beliau disebut Embah Haji Jabar sebagai seorang Ahli Tumbal. Rd. H. Abdul Jabar mempunyai seorang putra yang bernama Raden Brajayudha II atau Brajayudha Anom, lahir sekitar tahun 1795.

Raden Brajayudha Anom mempunyai seorang putra bernama Raden Mangkurat Natapradja (setelah pulang beribadah dari Mekkah beliau mempunyai nama Rd. Haji Abdulmanap – seperti halnya Eyang Dalem Mahmud) jabatan terakhir adalah Lurah Desa Babakan Ciparay (Bandung). R.M. Natapradja mempunyai 4 putra dan 7 putri. Di antara keempat putranya adalah: Rd. Endih Natapradja, R. Suandi Natapradja, R. Sule Natapradja dan R. Duyeh Abdullah Natapradja (Lain ibu- lihat uraian di bawah).

Untuk selanjutnya silahkan lihat silsilah Keturunan Eyang sampai keturunannya di tahun 2003.

Keturunan Eyang Agung Zainal Arif.

Tokoh Zainal Arif dikenal dengan julukan Eyang Agung, yang konon menurut kisah dari Rd. H. Mangkurat Natapradja bahwa beliau datang dari kawasan Priangan Timur dan setelah beberapa lama berkelana tiba di Kampung Mahmud.
Karena memang maksudnya untuk mencari perlindungan, maka Eyang Dalem menerimanya dan kemudian dijadikan murid pertama. Akhirnya ditikahkan dengan Putri keturunan Eyang dan menjadi Mantu serta menjadi tangan kanan Eyang Dalem dalam melangsungkan pelajaran ilmu-ilmu Eyang Dalem Mahmud.
Eyang Agung kemudian mempunyai putra dan diberi nama Embah T’alimudin atau Eyang Pasantren yang kemudian mempunyai 4 orang Putra yaitu:

1. Embah Haji Imam, yang menetap di kmapung Cigondewah
2. Kiayi Haji Zainal Alim, yang menetap di kampung Cikungkurak, desa Babakan Ciparay yang oleh masyarakat dikenal dengan gelar “Ajengan Cikungkurak”.
3. Kiayi Haji Amin, yang menetap di kampung Cigondewah.
4. Kiayi Marjuki, jang terkenal dengan panggilan “Ama Marjuki”. Beliau pun bermukim di kampung Cigondewah di mana memiliki padepokan dan pondok pesantren lengkap dengan mesjidnya. Putra keempat inilah yang ilmunya cukup menonjol dan terus mengajarkan ilmu “tasauf”.

Kiayi Marjuki terkenal dengan panggilan Mama Prebu Cigondewah, mempunyai seorang putri bernama Nyimas Endah yang kemudian dipersunting sebagai istri kedua dari Raden Mangkurat Natapradja (lihat bab di atas tentang keturunan Eyang Dalem Mahmud) dan mempunyai seroang Putra yaitu Raden Duyeh Abdullah Natapradja (ketika buku ini ditulis beliau masih hidup dan tinggal di kampung Jelegong – Soreang). Beliau adalah salah seorang tokoh dan akhli silat ternama di Tatar Sunda. Untuk selanjutnya silahkan lihat silsilah Keturunan Eyang sampai keturunannya di tahun 2003.

Sekian  bigrafi tentang maqom mahmud. 
Sumber : http://kampungmahmud.blogspot.co.id